Fenomena Quiet Quitting: Menggugah Kesadaran Karyawan dan Perusahaan

Fenomena Quiet Quitting: Menggugah Kesadaran Karyawan dan Perusahaan

modernchic.id – Fenomena ‘quiet quitting’ atau ‘pengunduran diri diam-diam’ sedang menjadi bahan perbincangan hangat di dunia kerja. Istilah ini menggambarkan karyawan yang memilih untuk melakukan pekerjaan minimum tanpa berusaha lebih dari sekedar memenuhi ekspektasi.

Ketertarikan terhadap fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran pola pikir di kalangan pekerja, terutama setelah pandemi. Hal ini menekankan pentingnya mengevaluasi kembali hubungan antara karyawan dan tempat kerja.

Apa Itu Quiet Quitting?

‘Quiet quitting’ adalah istilah yang muncul untuk menggambarkan sikap karyawan yang tidak lagi bekerja ‘extra mile’ dan hanya melakukan tugas dasar untuk memenuhi kewajiban. Konsep ini bukan berarti karyawan tersebut secara aktif mengundurkan diri, namun lebih pada memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dalam pekerjaan mereka.

Fenomena ini sebenarnya muncul sebagai respons terhadap burnout dan stres yang dialami banyak pekerja. Karyawan kini semakin menyadari pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, sehingga lebih memilih untuk tidak terjebak dalam rutinitas kerja yang melelahkan.

Mengapa Fenomena Ini Makin Banyak?

Salah satu faktor utama dalam meningkatnya fenomena ‘quiet quitting’ adalah tekanan dari tuntutan kerja yang tinggi. Banyak karyawan merasa dibebani dengan tanggung jawab yang melebihi kapasitas mereka tanpa imbalan yang sesuai.

Ketidakpuasan terhadap manajemen dan kebijakan perusahaan juga turut mempengaruhi sikap ini. Karyawan yang merasa kurang dihargai cenderung melakukan pekerjaan minimum dan menciptakan jarak antara mereka dan perusahaan.

Pandemi COVID-19 menjadi faktor penting dalam mengubah pola pikir banyak orang mengenai pekerjaan. Banyak karyawan yang bekerja dari rumah mulai menyadari pentingnya kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi yang lebih baik daripada sekadar performa kerja.

Dampak dari Quiet Quitting

Dampak dari ‘quiet quitting’ terasa signifikan dalam produktivitas tim dan kinerja perusahaan. Semakin banyak karyawan yang hanya bekerja untuk memenuhi minimum, dampaknya dapat berupa penurunan inovasi dan efisiensi dalam operasional.

Fenomena ini juga membawa tantangan baru di bidang manajemen sumber daya manusia. Para pemimpin perlu menemukan cara untuk mengatasi sikap apatis dan menggugah kembali semangat kerja serta keterlibatan karyawan.

Karyawan yang terjebak dalam siklus ‘quiet quitting’ berisiko kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam karir. Ketika mereka memilih untuk berhenti berusaha, peluang untuk promosi dan pengembangan profesional menjadi semakin jauh.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *