modernchic.id – Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan bahwa lima anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partainya masih menerima gaji mereka sepenuhnya. Pengumuman ini terjadi di tengah kontroversi yang melibatkan beberapa anggota dewan tersebut, termasuk Nafa Urbach dan Uya Kuya.
Anggota DPR Dinonaktifkan karena Kontroversi
Belum lama ini, sejumlah anggota DPR dinonaktifkan oleh fraksinya akibat sejumlah pernyataan dan tingkah laku yang dianggap kontroversial. Kelima anggota tersebut adalah Adies Kadir dari Fraksi Golkar, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN, serta Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni dari NasDem.
Keputusan nonaktif ini diambil setelah pernyataan yang dinilai melukai hati masyarakat, seperti yang diungkap oleh Sahroni yang mengatakan, ‘Orang yang hendak membubarkan DPR adalah orang tolol.’
Adapula pernyataan Adies Kadir dan Nafa Urbach yang membela tunjangan rumah untuk anggota DPR meskipun banyak protes dari masyarakat. Sementara itu, Eko Patrio dan Uya Kuya juga mendapatkan kritik keras karena menunjukkan aksi berjoget yang dianggap tidak peka terhadap situasi yang ada.
Pendapat Said Abdullah Terkait Nonaktif
Said Abdullah menjelaskan bahwa secara resmi tidak ada istilah nonaktif bagi anggota DPR menurut Tatib maupun Undang-undang MD3. Namun, ia tetap menghargai keputusan yang diambil oleh partai politik seperti NasDem, PAN, dan Golkar.
‘Saya menghormati keputusan yang diambil oleh partai-partai tersebut,’ kata Said saat memberikan keterangan di kompleks parlemen, Jakarta, pada Senin (1/9).
Ia menegaskan bahwa pertanyaan mengenai keputusan nonaktif seharusnya dialamatkan kepada partai politik yang bersangkutan, dan bukan kepada dirinya sebagai ketua Badan Anggaran.
Dampak dan Respon Masyarakat
Keputusan untuk tetap memberikan gaji kepada anggota DPR yang dinonaktifkan ini juga memicu reaksi dari masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa tindakan ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab dari sejumlah anggota DPR tersebut.
Sejumlah netizen di media sosial mengekspresikan ketidakpuasan mereka, menilai bahwa para wakil rakyat seharusnya bertanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka.
Kontroversi ini tidak hanya berpengaruh pada citra anggota DPR terlibat, tetapi juga kepada institusi DPR secara keseluruhan, yang diharapkan dapat bekerja lebih baik demi kepentingan publik.