Meningkatnya Kasus Leptospirosis di Yogyakarta: Lima Kematian Tercatat di Semester Pertama 2025

Meningkatnya Kasus Leptospirosis di Yogyakarta: Lima Kematian Tercatat di Semester Pertama 2025

modernchic.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta melaporkan adanya lima kasus kematian akibat leptospirosis pada semester pertama tahun 2025. Dari 18 kasus yang tercatat, semua pasien dinyatakan sembuh kecuali lima pasien yang meninggal dunia.

Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes, Lana Unwanah, mengungkapkan bahwa sebaran kasus ini tersebar di hampir seluruh kecamatan di Yogyakarta, yang menggarisbawahi perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit ini.

Sebaran Kasus Leptospirosis di Yogyakarta

Lana Unwanah menyatakan bahwa sebaran kasus leptospirosis mencakup kemantren, termasuk Mantrijeron, Mergangsan, dan Kotagede. Meskipun terjadi peningkatan kasus dibandingkan tahun sebelumnya, dimana tercatat 10 kasus dan dua kematian, semua pasien baru yang dirawat telah dinyatakan sembuh.

Data menunjukkan bahwa dari 18 kasus leptospirosis, terdapat pasien berusia di bawah 20 tahun serta seorang pasien berusia 84 tahun, yang menunjukkan bahwa penyakit ini dapat menyerang semua usia. Kelompok yang paling berisiko adalah mereka yang beraktivitas di lingkungan yang kurang bersih.

“Yang di bawah 20 tahun ada satu orang, lainnya variatif, termasuk satu pasien berusia 84 tahun,” kata Lana. Hal ini menegaskan pentingnya kewaspadaan akan risiko leptospirosis di kalangan berbagai usia.

Faktor Peningkatan Kasus Leptospirosis

Lana menyoroti beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus leptospirosis, termasuk rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pencegahan dan kondisi lingkungan yang mendukung penyebaran penyakit ini. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan luar ruang tanpa menjaga kebersihan dapat meningkatkan risiko terpaparnya penyakit ini.

Banyak dari pasien berada di kelompok rentan, seperti mereka yang memiliki hobi memancing di sungai atau bekerja sebagai petugas kebersihan kolam dan pemilah sampah. Aktivitas-aktivitas ini meningkatkan kemungkinan terpapar urine tikus yang menjadi penyebab utama leptospirosis.

“Ada yang hobinya mancing di kali, tukang bersih-bersih, pemilah sampah, petugas kebersihan kolam, penggerobak sampah,” ungkap Lana. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan dan pengetahuan mengenai pencegahan leptospirosis di kalangan masyarakat.

Gejala dan Penanganan Leptospirosis

Gejala leptospirosis sering kali tidak spesifik, termasuk demam dan pegal, sehingga bisa membingungkan pasien dalam mencari pertolongan medis. Penanganan yang terlambat dapat berdampak serius bahkan fatal bagi pasien.

Lana menjelaskan bahwa ketika gejala menyerang ginjal, pasien perlu segera mendapatkan perawatan cuci darah. Ketepatan waktu dalam penanganan ini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

Sebagai langkah antisipasi, Wali Kota Yogyakarta telah mengeluarkan Surat Edaran tentang kewaspadaan terhadap leptospirosis. Dinas Kesehatan juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penyemprotan desinfektan di area-area yang terdampak.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *