Penggunaan Suara Alam di Restoran Memerlukan Pembayaran Royalti

Penggunaan Suara Alam di Restoran Memerlukan Pembayaran Royalti

modernchic.id – Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa restoran yang menggunakan rekaman suara alam, termasuk kicauan burung, tetap diwajibkan membayar royalti. Hal ini berkaitan dengan hak produser rekaman yang berhak atas suara tersebut.

Dharma menambahkan bahwa semua jenis suara rekaman, termasuk lagu internasional, harus mendapatkan perlakuan yang sama dan dibayarkan royalti sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Hak Cipta dan Kewajiban Pembayaran Royalti

Dharma Oratmangun menjelaskan bahwa semua suara, termasuk lagu dalam berbagai bahasa, diatur oleh hak cipta. “Nah yang dimaksud lagu itu, mau lagu bahasa Inggris, bahasa india, lagu bahasa indonesia, lagu papua, lagu aceh lagu minang, atau lagu instrumental, ya sekalipun itu karya musik,” jelasnya dalam sebuah video di media sosial.

Ia mengingatkan bahwa restoran yang memutar musik, baik dari luar negeri maupun lagu lokal, diwajibkan membayar royalti. “Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional,” tegasnya, menekankan pentingnya menghormati hak cipta.

Pentingnya pembayaran royalti dinilai Dharma sebagai cara yang adil sesuai hukum. Ia menyayangkan bila ada anggapan bahwa hal tersebut memberatkan pelaku usaha, padahal pembayaran royalti adalah bagian dari menghormati hak pencipta.

Pendapat Dharma Terhadap Narasi yang Salah

Dharma mengungkapkan agar pelaku usaha tidak menyederhanakan isu royalti dengan narasi yang merugikan pencipta. “Harus bayar dong, itu ada hak pencipta. Itu Undang-Undang. Bagaimana kita pakai sebagai menu tapi enggak mau bayar?” tuturnya.

Ia menekankan bahwa membayar royalti adalah solusi yang adil dan mengedepankan. Pembayaran ini bukan semata tanggung jawab para pelaku usaha, melainkan juga mencerminkan penghargaan terhadap karya para pencipta.

Masyarakat juga diajak untuk lebih menghargai hak cipta dan tidak menganggap remeh komposisi yang telah diciptakan oleh musisi.

Kasus Mie Gacoan dan Pelanggaran Hak Cipta

Salah satu contoh nyata terkait pelanggaran hak cipta adalah kasus restoran Mie Gacoan di Bali. LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) melaporkan restoran tersebut karena menggunakan musik tanpa izin, dan hal ini berakibat pada penetapan tersangka bagi pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan.

Tarif royalti untuk restoran dan kafe telah diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI, dengan jumlah Rp60.000 per kursi per tahun. Tarif ini berlaku untuk Royalti Pencipta dan Royalti Hak Terkait.

Kewajiban pembayaran royalti ini menunjukkan pentingnya perlindungan hak cipta dan menjadi pengingat bagi semua pelaku usaha agar patuh pada peraturan yang ada.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *